Oleh karena dianggap aneh, baru beberapa minggu bergabung di Jam’iyyatul Islamiyah sudah ditunjuk menjadi Ketua Umumnya, saya sering memperoleh pertanyaan dari teman-teman. Pertanyaan itu misalnya, organisasi itu sebenarnya fokus kegiatannya apa saja, apa bedanya dengan organisasi lain yang sudah ada sebelumnya, yaitu misalnya dengan NU, Muhammadiyah, al Wasliyah, Tarbiyah Islamiyah, dan lain-lain. Pertanyaan semacam itu adalah hal biasa muncul dari mereka yang memang belum mengenal sebelumnya.
Sekalipun Islam itu adalah ajaran yang amat indah, dan jika dijalankan akan menenteramkan hati, namun ternyata tidak semua orang mudah menerimanya. Benar bahwa, seorang muslim harus menghargai orang lain, saling kasih mengkasihi, bertolong menolong, pemaaf, ikhlas, sabar, istiqomah, berperilaku jujur, dan seterusnya, namun ternyata tidak semua orang yang beragama Islam mampu menunjukkan perilaku yang demikian indah itu.
Ada saja kesan bahwa kaum muslimin itu kurang memperhatikan kebersihan, kedisiplinan, tidak terbiasa kerja keras, kurang peduli pada orang lain, dan seterusnya. Kesan negatif lain, bahwa penganut agama Islam itu kurang memperhatikan kualitas, suka menyalahkan orang lain, menyukai kekerasan, dan seterusnya. Gambaran yang demikian itu tentu jauh dari ajaran Islam itu sendiri. Hal demikian itu terjadi oleh karena, orang memahami Islam bukan dari kitab sucinya, melainkan dari kehidupan kaum muslimin pada umumnya, sehingga gambaran tersebut tidak seluruhnya keliru, oleh karena kehidupan seperti itu memang ada.
Menyadari kenyataan tersebut, Jam’iyyatul Islamiyah berkeinginan mengajak kaum muslimin berusaha bersama-sama, memahami dan mengamalkan al Qur’an dan Hadits Nabi dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa kitab suci tersebut bukan saja berisi petunjuk dalam menjalankan kegiatan ritual, seperti shalat, zakat, puasa, dan juga haji, tetapi juga keharusan selalu menjaga hati, keimanan, dan ketaqwaan. Seharusnya seorang muslim sebagai bagian dari menjaga hatinya dimaksud selalu menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela seperti : ujub, riya, takabur, hasut, dengki, mengadu domba, berprasangka buruk terhadap sesama, memfitnah, dan seterusnya.
Sebaliknya, seorang muslim hendaknya menjaga dan mengembangkan rasa syukur, keadilan, kejujuran, tawadhu’, menghormati orang tua dan guru, mencintai sesama dan lain-lain. Serorang muslim juga harus berusaha mencari rizki yang halal, baik, dan berkah. Selain itu setelah rizki diperoleh juga harus memperhatikan orang lain yang berkekurangan seperti orang miskin, anak yatim, orang yang terbelit utang, dan lain-lain. Sebagai seorang muslim, juga harus berusaha menambah ilmu pengetahuan, menjalin tali sillaturrahmi, bekerja secara profesional, menjaga lingkungan, dan lain-lain.
Ajaran yang digambarkan sedemikian indah tersebut, ternyata belum sepenuhnya berhasil dijalankan oleh kaum muslimin sendiri. Hal demikian itu bukan berarti bahwa ajaran tersebut tidak penting dan boleh diabaikan, tetapi oleh karena menjalankan kebaikan itu sendiri ternyata tidak selalu mudah. Maka, Jam’iyyatul Islamiyah adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang menyadari atas kekurangan umat Islam, bermaksud secara bersama-sama secara terus menerus mengkaji al Qur’an dan Hadits Nabi dan kemudian menjalankannya.
Sekalipun di dalam mengkaji al Qur’an dan Hadits dilakukan secara bersama-sama, tetapi di dalam menjalankannya, apalagi pada tataran pribadi, maka Jam’iyyatul Islamiyah mengajak lebih mengedepankan upaya meningkatkan kualitas dirinya masing-masing dari pada mengurus orang lain. Jangan sampai sehari-hari mengajak orang lain melakukan kebaikan, sementara itu dirinya sendiri belum menjalankannya. Dalam menjalankan ajaran Islam, setiap orang diajak untuk lebih banyak mengurus dirinya sendiri dibanding melihat dan mengurus orang lain. Dengan demikian, kesalahan atau kekurangannya sendiri lebih diperhatikan dan segera diperbaiki daripada memperhatikan kesalahan dan kekurangan orang lain.
Diyakini bahwa manakala setiap orang sudah baik dan apalagi sempurna dalam menjalankan agamanya, maka akan berpengaruh terhadap orang lain. Atas dasar pandangan seperti itu, orang-orang yang berada pada Jam’iyyatul Islamiyah tidak bersaing dengan siapa-siapa, dan bisa diikuti oleh orang yang datang dari kelompok manapun yang menghendakinya. Misalnya, orang-orang yang selama ini telah menjadi warga NU, Muhammadiyah, al Wasliyah, Tarbiyah Islamiyah, dan lain-lain, tentu sangat mungkin bergabung dengan kegiatan untuk mengkaji dan memahami al Qur’an dan Hadits serta bersama-sama menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mendasarkan pada pandangan dan pemahaman tersebut, Jam’iyyah Islamiyah bukan menjadi pesaing atau kompetitor organisasi Islam yang sudah ada, melainkan mengajak secara bersama-sama meningkatkan kualitas keberagamaannya, apapun organisasi keagamaan yang selama ini diikuti. Sedangkan yang ingin diraih oleh organisasi ini adalah agar keindahan al Qur’an dan Hadits Nabi sekaligus juga tercermin pada perilaku kehidupan pemeluknya sehari-hari. Melalui usaha itu diharapkan Islam tampak sedemikian indah, baik pada tataran ajarannya maupun perilaku segenap umatnya. Wallahu a’lam
Aammin, ayah dan bapak pembina akan tetap d hati suatu hari terus bersinar...
BalasHapus